Sabtu, 16 Januari 2010

Mengoreksi Cinta Pada Pandangan Pertama

Saya sudah terlalu bosan mendengar ucapan legendaris itu. Love at first sight, kata orang Amrik, atau le coup de foudre kata orang Perancis. Konsep yang menarik, namun sayangnya meleset dari kenyataan. Sensasi yang muncul itu bukanlah ‘rasa cinta’, atau setidaknya bukan cinta seperti yang selama ini umumnya orang pikir.

Sekalipun bervariasi, umumnya yang kita alami ketika itu terjadi adalah kelenjar yang menghangat, mengirim impuls listrik yang membuat tangan lutut lemas, gemetar, telapak berkeringat, lidah kelu, mudah bergonta-ganti mood, dsb. Ditelaah secara saintifik, cinta pada pandangan pertama jauh lebih tepat dikoreksi menjadi nafsu pada pandangan pertama.

Seorang antropolog Rutgers University menjelaskan bahwa pria cenderung lebih mudah untuk mengalami fenomena cinta pada pandangan pertama karena sistem hormon seksual pria sangat sensitif terhadap elemen visual.

“Something happens to Sam (male) and Margo (female) as soon as they size each other up. Chemicals begin seeping into their brains. They begin to feel good. They flush. They’re happy and excited. And then, a short-time later, Sam finds himself looking across a candlelit dinner table at her who has a tail of linguine dangling between her lips, and he decides right then that life simply cannot go on without her. Men are so visual, that’s why the whole porn industry is built around them.“

Sensasi yang muncul akibat gejolak pandangan-pertama tersebut sepenuhnya berada dalam area ketertarikan fisik. Tubuh kita tertarik akan apa yang kita lihat dan meresponi dengan rasa menginginkannya untuk alasan-alasan biologis (atau lebih spesifiknya lagi, seksual). Jadi setiap ada peserta workshop yang berkomentar, “Uh, yang itu selera saya banget, benar-benar cinta pada pandangan pertama!” saya memukul kepalanya dan berkata, “Hormon, enyahlah!” :D

Cinta, atau Nafsu, pada pandangan pertama tidak lebih dari reaksi biokimia tubuh yang bercampur aduk di dalam darah, menguasai otak dan membuat kita ngarep terhadap figur yang dipandang. Hormon pertama adalah Phenylethylamine (PEA) yang bertanggungjawab akan perasaan euforia yang timbul ketika Anda melihat si dia. Efeknya adalah Anda merasa berdebar-debar, bahagia, melayang, hiperaktif, dan kehilangan nafsu makan.

Hormon berikutnya adalah Dopamine yang terpicu oleh kandungan PEA sehingga Anda merasa nyaman dan puas ketika melihatnya dan mengingat-ingat kejadian tentangnya. Inilah perasaan cinta yang sering disebut-sebut orang itu. Masih ada sejumlah cocktail biokimia lainnya yang terhubung dengan fenomena Cinta Pada Pandangan Pertama, namun saya batasi hingga dua ini saja karena selengkapnya hanya dibahas dalam workshop.

Pelajaran 90 detik di hari ini adalah tidak ada keindahan romantisme dalam proses cinta (baca: nafsu) pada pandangan pertama. Tidak pernah ada cinta dalam cinta pada pandangan pertama. Itu adalah ilusi hormonal, misrepresentasi sosial, dan manipulasi diri yang terjadi di dalam tubuh kita. Para peneliti di Face Research Laboratory di University of Aberdeen menegaskan bahwa ketertarikan pada tatapan pertama tersebut selalu berurusan dengan seks dan ego. Jika Anda pikirkan seksama, itu bukan fondasi yang baik untuk sebuah hubungan romansa jangka panjang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar