SEDIKIT KUTIPAN CERITA DARI NOVELKU
Wajah Sin tiba - tiba tersenyum ceria saat membaca headline yang telah ditunggu - tunggunya lagi selama seminggu ini,"Sudah kuduga, Benodhi. Akhirnya ada lagi orang yang akan bunuh diri minggu ini."
Benodhi menyeruput teh di dalam cangkirnya, dengan nada yang ketus karena lelah baru pulang mengajar sepanjang hari seperti biasanya, ia bertanya,"Apa yang membuatmu begitu bahagia untuk melihat orang meninggal dengan cara seperti itu? Tak ada yang luar biasa ataupun mengagumkan di dalamnya. Setidaknya untuk orang normal sepertiku."
"Yang ini berbeda, ada sebuah cinta di saat ia hendak bunuh diri. Dia bunuh diri karena dia sangat mencintai orang yang tak bisa digapainya. Tidakkah itu romantis?" Sin menunjuk - nunjuk ke halaman koran yang menampilkan keseluruhan beritanya kepada Benodhi, Benodhi mencebik bibirnya sembari menggeleng - gelengkan kepalanya saat membaca berita itu,"Yang benar saja, tidakkah kau melihat ada suatu hal yang indah di sana?"
"Itu bukan cinta, itu kebodohan." jawab Benodhi lagi dengan sinis
"Kau yang bodoh, tidakkah kau sadari bahwa hak setiap orang untuk mencintai orang lain? Mencintainya dengan begitu mendalam hingga rela menghabisi nyawanya sendiri sebagai lambang kesetiaan, ketulusan dan kemurnian cintanya? Semuanya dia lakukan hanya karena cintanya, Benodhi!" ujar Sin dengan begitu menggebu - gebu, begitu bersemangat seperti biasanya saat membicarakan kemanisan cinta yang selalu ia hubungkan dengan dosa, hal yang menginspirasi namanya.
Benodhi menatap Sin dengan alis yang terangkat, tepat setelah Sin selesai bicara, ia baru angkat bicara,"Tetap saja bagiku kebodohan. Seharusnya ia JUGA menyadari bahwa bukan haknya untuk dicintai, bukan pula kewajibannya untuk mencintai apalagi sampai berpikir adalah kewajibannya untuk dicintai oleh orang lain. Hak untuk mencintai seharusnya menyadari semua hal ini. Aku berani bertaruh, orang yang bunuh diri itu hanya mengingat satu haknya yang INGIN dia lihat terjadi dalam kenyataan sebagaimana adanya di dalam obsesi dan mimpinya, tanpa mengingat hal yang lainnya. Setidaknya kita tau bahwa kepintarannya dalam mengambil keputusan untuk hidup atau mati itu setingkat dengan kemampuannya untuk mengingat hak dan kewajibannya."
-------------------------------------------------------------------------------------
Dari kutipan cerita di novelku ini, sesungguhnya aku hendak menunjukkan bahwa seseorang seharusnya menyadari bahwa ia memiliki hak untuk mencintai siapapun, tapi hal itu tak membuatnya memiliki kewajiban untuk terus menerus mencintai orang yang dicintainya namun tidak mencintai hingga akhirnya menyiksa dirinya sendiri.
Tak pernah ada kewajiban yang membebankan anda seperti itu apabila memang anda tidak mendapatkan hak untuk dicintai yang juga harus anda sadari bahwa hak untuk dicintai bukanlah milik anda, hak itu justru sepenuhnya milik orang lain setelah anda berusaha untuk menjadi orang yang pantas untuk dicintai.
Tak ada kewajiban pula bahwa anda harus dicintai agar anda bahagia. Lepaskan pola pemikiran anda seperti ini atau anda tak akan bisa berdiri sendiri di atas kaki anda. Anda makhluk individual sekaligus makhluk sosial. Tempatkanlah diri anda sebagai makhluk individual maupun sosial pada tempatnya dan jangan di kondisi yang tak seharusnya!
Selasa, 22 Desember 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar